23 Agustus 2017

Berbeda itu Nyata

Beberapa waktu lalu terjadi obrolan yang seru dengan salah satu sahabat saya, obrolan itu berkisar tentang perbedaan yang akhir-akhir ini menjadi bidang yang sangat seru untuk diobrolkan, tentu dengan orang yang pikirannya terbuka ya, bukan sama orang yang pikirannya tertutup.

Obrolan ringan tapi berkesan..



Singkat cerita, sebut saja nama sahabat saya ini Tika, Tika mendapat undangan pernikahan salah satu sahabatnya dan sahabatnya ini beragama Protestan yang itu berbeda dengan nya yang beragama Muslim. Lalu si Tika tanya kepada saya yang beragama Protestan juga, pertanyaannya sih simpel. Tika bertanya menurut saya akan lebih berkesan datang ke prosesi pemberkatan di Gereja atau datang di pesta resepsi kalau harus memilih salah satunya? dan menurut pengalaman saya sih dua-dua nya akan meninggalkan kesan tersendiri, namun jika saya boleh memilih saya akan meminta Tika untuk datang ke pemberkatan di Gereja, karena di moment pemberkatan itu merupakan moment yang jauh lebih penting dari pesta resepsi, dan karena itu pastinya saya ingin disaksikan oleh sahabat orang orang terkasih.

Lalu akhirnya Tika memutuskan untuk datang ke Pemberkatan di Gereja, walau juga ternyata dia datang ke pesta resepsinya.

Setelah hari baik tersebut lewat, saya iseng bertanya tentang kesan Tika masuk dan mengikuti prosesi pemberkatan pernikahan di Gereja, dan amaze juga dengan jawabannya. Tika merasa punya pengalaman baru dan menikmati proses yang terjadi, dan benar saja, sahabatnya sangat bertrima kasih karena sudah mau datang ke Gereja.

Ada hal lain yang Tika ceritakan juga, bahwa saat mau datang ke Ibadah tersebut dia mengajak beberapa rekan lainnya untuk ikut pergi ke pemberkatan, dan mereka pun mau datang walau teman2 Tika juga beragama Muslim. Namun malam sebelum hari H, tetiba salah satu teman Tika membatalkan untuk ikut acara di Gereja, dengan alasan bahwa dia merasa kurang nyaman untuk datang ke Gereja karena satu dan lain hal.
Dan ketika saya bertanya kepada Tika tentang alasan temannya tersebut apakah membuat Tika berpikir ulang untk datang ke acara Gereja tersebut, ya masih sama jawabnya tidak membuat nya ragu atau mengurungkan niatnya datang. Karena menurut saya alasan temannya ini sebenarnya masih masuk akal kalau dilihat dari sisinya.

Menjadi pelajaran bagi saya kala dihadapkan dengan perbedaan, saya sangat bersyukur bisa dilahirkan di Indonesia ini, tanah dengan berbagai macam perbedaan, langit dengan bergudang hal yang beda, dan air dengan bermacam-macam rasa. Perbedaan itu Nyata, dan Indah.

Buat saya perbedaan itu bukan untuk disamakan, tapi perbedaan itu untuk dirayakan.

Dari kecil kita dididik untuk menyamakan perbedaan, mulai dari sekolah harus pakai seragam sama, atau dari hal kecil saja kalau jangan suka menunjukan perbedaan itu didepan umum. Dan pemikiran itu terus terbawa ketika kita beranjak dewasa, sehingga ketika sekarang ketika kita dihadapkan dengan perbedaan kita tidak tau harus berbuat apa, dan biasanya ada 2 kecenderungan yang sering kita tunjukan, yakni diam atau berlebih membela diri.
Ketika ada orang yang berpandangan lain, kita cenderung akan diam, menganggap hal itu tabu untuk didiskusikan atau "menyerang" dengan pandangan kita, dan berharap orang lain percaya dengan pandangan kita.

Mari sama-sama belajar untuk berani menunjukan siapa diri kita, apa pandangan kita, bukan cuma diam dan tanpa kata.

TAPI ..... tidak cuma berhenti menunjukan siapa diri kita, tapi juga harus mau mengerti dan mengenal siapa orang lain. Jangan memaksakan apa yang ada dipandangan kita untuk menjadi pandangan mereka, tetapi jangan menolak juga jika ternyata pandangan mereka jauh lebih baik dari pandangan kita.

Alangkah indahnya hidup ini jika kita saling berbeda dan menerima perbedaan tersebut sebagai sebuah karunia dari Sang Pencipta untuk umatnya untuk terus berkembang dalam pikir dan tingkah.

Sehingga balik lagi kecerita diatas, saya belajar banyak dari Tika teman saya itu,
Yang pertama dia adalah orang yang terbuka, baginya apa yang dipercaya orang lain tidak akan mengubah apa yang dia percayanya sekarang. Imannya tidak setipis itu.
Lalu yang kedua dia juga sangat menghargai temannya yang tidak mau ikut datang, Tika tidak memaksanya atau bahkan memandangnya rendah, tapi justru menerima dan merayakan karena ada hal baru yang bisa Tika pelajari.
dan yang ketiga, saya belajar tentang keberaniannya bertanya kepada saya tentang hal yang menurut banyak orang sekarang menjadi isu yang sensitif yakni tentang Agama. Ternyata bertanya tentang hal itu kalau tidak ada tendensi macem-macem akan jadi obrolan yang asik dan menarik juga.

So, stop menghakimi orang lain. Penghakiman itu Hak Prerogatif sang Maha Tau.
Tugas kita belajar, dan merayakan setiap perbedaan.

salam,.



Tidak ada komentar: